Patterned Text Generator at TextSpace.net

Rabu, 29 Desember 2010

FF - First Snow and First Kiss

Chingu,, ne fanfic yang gj banget... klo kalian suka ya alhamdulillah, kalu gag suka maaf-maaf aj. Aku gag jago bikin fanfic soalnya. Fanfic ne kubuat cuma untuk ngisi liburan sekolahku aja.. Eitss.. Jangan lupa reaksi ma komentarnya. Dua hal itu bisa membuatku jadi lebbih baik dikemudain hari, and ku harap kalian mau mengunjungi blog ku lagi.. Jangan kapok ya..

Oke, langsung aja. Don't Forget to leave reaction and comment..




Title : First Snow and First Kiss
Cast : Yang Yoseob B2ST, Lee Min Jee, Yoon Doojoon B2ST, Lee Gikwang B2ST
Length : One shoot
Genre : Romance, GeJe, LOL
Author : Mita the B2utY Primadona of Everlasting friend


Udara dingin menyambutku. Ku langkahkan kaki secara perlahan. Udara yang dingin ini justru membuatku bersemangat ingin segera aku kembali ke rumahku. Setelah dua tahun aku meninggalkan Korea untuk meneruskan studiku, hari ini adalah hari pertama aku menginjakkan kaki di Korea.
“Welcome, chinguya” sapa dua orang laki-laki yang bediri tegak di hadapanku. Mereka adalah Yoon Doojoon dan Lee Gikwang, dua orang sahabat karibku.
“Sudah dua tahun kau berada di Amerika. Apa kau tak rindu dengan kami?” Tanya Gikwang dengan senyum khasnya.
“Tentu saja aku rindu kalian. Tapi aku lebih rindu masakan Korea” jawabku.
“Ahh, kau ini bisa saja. Gaja” ajak Doojoon.
Kami bertiga berjalan meninggalkan bandara internasional itu. Kami berjalan menyusuri kota Seoul dengan iringan candaan yang tak ada henti-hentinya
.
-ooOoo-

“kami pulang!!!” kataku pada rumah yang kosong. Akupun segera bergegas menuju taman belakang rumah.
“Eodiseo?” Tanya Gikwang padaku
“Taman Belakang” jawabku singkat.
“Kau tak mau istirahat dulu?” Tanya Doojoon padaku.
“Sayang sekali jika aku hanya menghabiskan waktuku untuk tidur padahal cuaca diluar sangat bagus” jawabku sembari berjalan menuju taman belakang.
Angin dingin menyapaku ketika kubuka pintu bagian belakang rumahku. Bunga yang dulu mekar di taman ini, sekarang menjadi layu, tak ada sinar matahari yang mau singgah untuk menyinari bunga-bunga indah itu di saat musim dingin berlangsung. Aku termenung dan terlarut dalam lamunanku. Ada satu hal yang masih mengganjal dan terasa masih belum kulakukan. Aku tak tahu apa itu.
“Heh” kata Doojoon. Aku tersontak kaget
“Ya?” kataku
“Hahaha, biasa sajalah. Kenapa kau pulang ke Korea? Padahal kau seharusnya masih setahun lagi di Amerika?” Tanya Doojoon
“Andwe, aku ingin melewatkan Natal tahun ini disini bersama keluarga, kau, Gikwang, dan orang-orang yang dekat denganku” jawabku.
“Arasseo. Ngomong-ngomong apa kau tak ingin mengunjungi orang tuamu? Sudah lama sekali kau tak menjenguknya.” Tanya Doojoon sekali lagi.
“Tentu aku rindu dengan mereka, aku akan menjenguknya lusa.” Jawabku singkat sembari menatap langit yang putih karena berselimut awan. Aku memang belum pernah mengunjungi orang tuaku tiga tahun terakhir ini. Sejak aku berpamitan untuk menuntut ilmu di Universitas kota seoul bersama doojoon dan Gikwang dan mendapatkan beasiswa untuk meneruskan belajar di Amerika, aku belum pernah member kabar pada mereka.
“Bagaimana dengan Min Jee?” Tanya Doojoon. Dia seperti menginterogasiku.
“Molla, aku belum sempat berpamitan dengannya selama ini. Mungkin dia marah padaku.” Jawabku sekali lagi. Doojoon pun beranjak dari duduknya, dia pergi ke dalam rumah. Angin berhembus semakin dingin. Aku tak bisa menyangka bagaimana jika nanti aku bertemu Min Jee. Min Jee adalah seorang perempuan yang sangat aku sayangi, bisa dibilang dia adalah kekasihku.
Ku langkahkan kakiku menuju dapur. Ku lihat Gikwang sedang sibuk dengan gelas dihadapannya. Akupun langsung pergi menuju kamarku, Gikwang menatatapku dengan wajah yang aneh.

-ooOoo-

Dua hari telah berlalu, hari ini adalah hari dimana aku akan mengunjungi orang tuaku di luar kota. Doojoon dan Gikwang pergi bersamaku. Di dalam bis, Doojoon terlihat santai sambil memandangi jalanan, Gikwang tertawa sekali-kali karena dia sedang membaca buku bergenre komedi, sementara aku yang duduk ditengah mereka tak punya pekerjaan yang pasti.
Empat jam lebih tiga puluh menit kami dalam perjalanan, kami pun telah sampai di sebuah kota kecil tempat keluargaku tinggal. Di kota inilah, aku mendapatkan Min Jee sebagai cinta pertamaku.
“Umma, Appa” teriakku
“Yoseob-a, jangan berteriak seperti itu.” Kata Gikwang dengan gayanya yang aneh.
“Ne, ara.” Jawabku singkat, Doojoon pun tersenyum melihat tingkahku.
Tok tok tok,, aku mengetuk pintu. Tak lama, ada seorang ibu keluar dari rumah itu. Dia tersenyum padaku.
“Kau pulang?” tanyanya sembari memelukku.
“Ye, Umma,” jawabku.
Kami pun melangkah masuk ke dalam rumah. Aku segera bergegas menyalami Appa yang sedang menikmati kopi panas sembari membaca Koran. Benar benar tingkah laku bapak bapak.
“Yoseob-a, kau tak mau menemui Min Jee?” Tanya Umma
“Entahlah, Umma,” Jawabku singkat
“Temuilah saja dia, kau sudah meninggalkannya tanpa berpamitan dengannya. Kau tak tahu betapa paniknya dia saat kau pergi.” Sahut Appa.
Rumah Min Jee tak jauh dari rumah orang tuaku, hanya sekitar lima meter. Aku pun pergi keluar dengan lemas. Aku tak tahu apa reaksi yang diberikan Min Jee padaku setelah sekian lama aku pergi dan tak member kabar padanya. Huh, kuhela nafas panjang. Sedikit ku menoleh kebelakang, tampak Doojoon dan gikwang yang menyemangatiku.
Tok tok tok, kuberanikan diri mengetuk pintu rumah Min Jee. Kaki ku gemetar dan seluruh tubuhku menjadi kaku. Aku benar benar grogi. Tuhan tolong aku. Sekitar beberapa detik berlalu, ku lihat ada seorang perempuan dengan mengenakan baju berwarna merah jambu dan berjaket tebal datang membukakan pintu untukku. Ku sapa dengan senyumanku, tapi dia tak menjawab. Dia adalah Lee Min Jee.
“Annyeong haseo?” tanyaku sedikit tergagap
“Nuguseyo?” tanyanya. Oh Tuhan, dia tak mengenaliku.
“Kau lupa padaku? Naneun Yoseob Imnida” jawabku
“Mworago? Aku lupa denganmu? Apa tak salah? Kau yang melupakan aku” katanya
“Mianhe, aku tak bermaksud untuk tak berpamitan denganmu” jawabku
“Sudah cukup!” katanya sembari menutup pintu rumahnya. Aku tahu yang salah adalah aku. Aku tak berpamitan dengannya ketika aku pergi, kemudian aku kembali padanya dengan sikapku yang seperti itu. Padahal, belum pernah ku lihat dia sekasar itu padaku. Dia adalah perempuan yang lembut, dia adalah perempuan yang halus. Menurutku dia adalah lambang musim dingin yang tenang.
Akupun pergi dari rumahnya dengan sedikit kecewa. Tapi tak apalah, setidaknya aku sudah mencoba. Ku tatap langit dalam-dalam. Kenapa salju tak turun hari ini? Padahal saat ini aku sangat ingin melihat salju.

-ooOoo-

Keesokan harinya, aku bangun terlalu pagi. Ku lihat pada jam dinding kamarku, jam itu masih menunjukkan pukul 06.00. Ku lihat pada kedua orang temanku, mereka masih asyik mendengkur dan bermimpi. Aku memandang keluar jendela. Tampak ada seorang perempuan yang sedang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Aku tahu dia adalah Min Jee. Ada hasrat agar aku menemuinya saat ini, tapi rasa takutku juga sangat tinggi. Ohhh, ini membingungkan.
Aku segera mencuci mukaku dan menggosok gigiku. Setelah itu, aku bergegas menemui Min Jee. Kota masih terlihat sepi, tak banyak kendaraan berlalu-lalang.
“Annyeong” sapaku yang tak dihiraukan olehnya.
“Ahhh, ara, kau pasti masih marah padaku.” Kataku lagi, dan dia masih tak menghiraukanku.
“Min Jee-ya” kataku memanggil namanya, dia malah pergi ke dalam rumahnya.
Angin berhembus dingin. Untuk kedua kalinya aku kecewa dengan pertemuan ku dengannya. Apa boleh buat, aku kembali harus kembali ke rumah.

-ooOoo-

Natal akan datang seminggu lagi. Musim dingin terasa begitu dingin, namun dalam musim dingin kali ini salju belum pernah turun. Apa ini pengaruh pemanasan global? Apa mungkin salju tak berkenan untuk mampir ke Korea? Atau mungkin salju tak turun tahun ini?. Entahlah, itu pertanyaan yang tidak penting.
Aku terdiam di halaman rumah. Sesekali ku lirik rumah Min Jee yang terlihat sepi. Bagaimana aku bisa mendapatkannya kembali?. Tuhan, aku masih mencintainya.
“Waeyo?” Tanya Appa tiba-tiba.
“Mwo?” tanyaku balik
“Kau masih memikirkan Min Jee kan?” Tanya appa. Aku menghela nafas beratku.
“Ikuti saja kata hatimu jika kau tak bisa menjawabnya” kata Appa yang pergi secara tiba-tiba.
Semua masalah pasti akan selesai jika aku berani menghadapinya. Itulah pikirku. Dengan mengikuti kata hatiku sesuai saran appa, sekali lagi aku pergi ke rumah Min Jee.
“Aku pasti bisa kali ini” gumamku.
Tok tok tok, ku ketuk pintu rumah Min Jee. Tak menunggu beberapa lama, Min Jee sudah ada dihadapanku. Aku menyapanya.
“Mau apa lagi kau kesini?” Tanya Min Jee padaku.
“Mianhe, aku hanya ingin mengunjungimu” jawabku. Baboya!!! Aku benar benar bodoh kenapa aku bicara seperti itu padanya?. Tuhan, Dowajuseyo!
“Kau mau mengunjungiku? Apa yang kau lakukan selama ini? Kau pergi begitu saja tanpa berpamitan denganku.” Katanya
“Jeongmal Mianhe, aku tak bermaksud seperti itu” kataku menyesal
“Aratji? Saat kau pergi, aku seperti setan kepanasan yang tak tahu jalan pulang. Kau pergi begitu saja dan sekarang setelah aku akan melupakanmu, kau kembali. Gaseumi Apa” katanya sambil berjalan ke luar rumahnya.
“Aku memang tak berpamitan denganmu, tapi ketahuilah, aku tak terus memikirkanmu saat aku pergi.” Jawabku
“Kau pergi sekian lama, hamper tiga tahun dan tak pernah memberi kabar padaku. Aku pernah berpikir, Apa kau sudah lupa denganku?” katanya. Oh Tuhan, aku sudah tak kuasa melawannya.
“Apa kau tak tahu itu?” tanyanya dengan air mata di pipinya.
“Jeongmal Mianhamnida, Naneun Jeongmal babo, Mian” kataku menatapnya
“Kau tak perlu meminta maaf, hubungan kita sudah berakhir” jawabnya.
“Shireo!!!, Andwe, Aku masih mencintaimu” kataku
“Lupakan semua tentang kita” Dia berlari menjauh dari rumahnya. Aku mengejarnya Ku peluk dia dari belakang.
“Ku mohon, jangan akhiri semua ini. Aku masih mencintaimu” kataku. Dia terus menangis dan meangis, aku terus memeluknya dan semakin erat.
“Lepaskan aku, lepaskan aku!!” katanya. Akupun melepaskan pelukanku karena aku tak bisa melihatnya begitu merintih seperti itu. Dia berbalik dan menatapku.
“Saranghaeyo” katanya padaku sembari mengusap air matanya. Dia memelukku. Begitu erat dan begitu hangat.
“Aku juga mencintaimu” katanya lirih. Aku hanya tersenyum. Dia mendaratkan sebuah perasaan hangat di pipiku. Entah kenapa perasaanku menjadi hangat. Butiran-butiran kecil berwarna putih pun turut turunn untuk merayakan kebahagiaanku. Gikwang dan Doojoon yang sedari tadi mengintipku tak berhenti tertawa, aku kesal melihat mereka. Tapi rasa bahagiaku menutupinya.
“Aku akan merayakan natal bersamamu” kataku padanya
“Nado. Kumohon jangan lagi melakukan itu” jawabnya
“Kurae. Tunggulah aku kembali lagi setelah satu tahun ke depan. Studiku belum berakhir” kataku sekaligus berpamitan padanya.
“Ne” jawabnya singkat dan dia memelukku lagi. Ini adalah musim dingin terindah di tiga tahun terakkhir. Aku tak tahu kenapa tiba-tiba salju turun?. Tuhan memberiku kebahagiaan yang lengkap.

-The End-

3 komentar:

  1. uwaa, keren chingu :)
    bikin lagi yaaa :D *ditendang, nyuruh orang seenaknya*

    BalasHapus
  2. hhe~.. Kamsahamnida chinguya..
    Akk mau buat ff yang kea' gmna lagi? gag ada inspirasi. km jg buat lagi ya..

    BalasHapus
  3. buat lagee donk nnti baru qw comment......

    BalasHapus